Sejarah Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi
Tuesday, July 30, 2019
Add Comment
Kabupaten Sarolangun adalah salah satu kabupaten di provinsi Jambi, Indonesia. Luas wilayahnya 6.174 km² dengan populasi 246.245 jiwa (Sensus Penduduk 2010). Kabupaten ini beribukota di Sarolangun. Sarolangun resmi berdiri pada tanggal 10 Oktober 1999 yang berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 tentang pembentukan kabupaten Sarolangun, kabupaten Tebo, kabupaten Muaro Jambi, dan kabupaten Tanjung Jabung Timur.
AWAL MULA KABUPATEN SAROLANGUN
Pada zaman dulu, sebelum agama Islam masuk kedaerah Jambi, ada sebuah dusun yang terletak dipinggir sungai Batang Asai, dusun ini disebut Ujung Tanjung karena pusat di Ujung Tanjung Tembesi. Kepala Dusunnya dipimpin oleh seorang Rio yang bergelar Datuk Bagindo Tuo, kala itu tidak sembarang orang bisa jadi kepala Dusun atau Rio. Hanya orang yang berilmu tinggi dan sakti saja lah yang bisa menjadi kepala Dusun dan representasi rakyatnya.
Karena Ujung Tanjung menjadi pusat Pemerintahan Segala Batin (Negeri) didirikanlah sebuah tempat musyawarha yang dinamakan Balai Panjang . Sampai sekarang ungkapan Balai Panjang ini disebut dalam kata-kata adat di Kabupaten Sarolangun yang berbunyi"Ujung Tanjung Saribulan, Bakuto Pinang Balarik, Idak Pasih Bategak Rumah, Pasih Bategak Balai Panjang, Disitu Tempat Kusut Basalesai, Silang Tempat Bapatut" .
Bulan berganti tahun, tahun berganti abad, dari zaman Hindu masuk Islam, daerah Jambi diperintah oleh seorang Raja Jambi yaitu Sultan Thaha. Dimasa Pemerintahan Sultan Thaha inilah nama Dusun Ujung Tanjung yang disebut Ujung Tanjung Saribulan . Pasalnya kompilasi rombongan Kerajaan Melayu Jambi yang dipimpin oleh Sultan Thaha dengan membawa rombongan armada perahu kajang lakonya menelusuri sungai batanghari ke dan masuk ke sungai untuk menemukan daerah dan rakyatnya, dan sampailah ke dusun Ujung Tanjung.
Rombongan diakses oleh rakyat layaknya kenyamanan seorang raja. Sultan Thaha menjadi tamu Datuk Rio Bagindo Tuo lengkap dengan pengawal hulubalang tangguh yang datang dari dusun - dusun sekitarnya seperti: Bathin VIII, Bathin VI, Bathin Pengambang, dll.
Sistem Pemerintahan didusun Ujung Tanjung Saribulan yang terdiri dari sistem pintu gerbang, Karena Ujung Tanjung menjadi pusat Pemerintahan Segala Pemandian. Bagi para tamu dari luar daerah tidak mungkin langsung ke Ujung Tanjung Saribulan tetapi harus melalui dan melapor Datuk Rio Depati Singo Dilogo kepala Pemerintahan di desa Lidung. Desa Lidung ini terpasang kira - kira 5 km kehilir sungai tembesi. Sudah ada izin dari Rio Lidung ini, barulah tamu yang datang ke Rio Datuk Bagindo Tuo di Ujung Tanjung Saribulan.
Pada masa ini lah Dusun Ujung Tanjung berubah menjadi SAROLANGUN , dongengnya kira - kira begini:
Suatu saat ada dua orang tamu dari daerah Musi Rawas berasal dari Dusun Suro. Kedua orang ini ingin bertemu dan menghadap Rio Datuk Bagindo Tuo di Ujung Jabung tersebut. Mereka ingin bertemu untuk silaturahmi dan ingin menuntut ilmu kesaktian dengan Datuk Rio.
Sebelum mereka ke Ujung Tanjung Saribulan sudah menjadi keharusan harus melapor terlebih dahulu kepada Rio Dusun Lidung. Transportasi atau hubungan antar dusun yang berisi terutama melalui sungai, sementara hubungan sangat sulit karena belum ada jalan seperti saat ini, yang ada semak belukar bahkan masih hutan belantara.
Saat kedua orang suro ini menuju Dusun Lidung haripun sudah dua malam. Terpaksalah kedua orang itu istirahat dan bermalam ditengah hutan ini yang bernama hutan Senaning. Sore hari itu yang disebut orang kedua orang ini bertemu dengan dua orang penduduk Dusun Lidung yang mau pulang dari mencari rotan. Sanak datang dari mana dan tujuan kemana, sapa orang Lidung kepada orang kedua suro ini.
Kami datang dari dusun Suro Musi Rawas mau menghadap Datuk Rio Depati SingoDilago di Dusun Lidung, jawab orang kedua suro ini. Karena hari sudah senja dan Dusun Lidung masih jauh, maka bermalamlah kedua orang suro ini di hutan Senaning. Sesampainya di Dusun Lidung, kedua pencari rotan tadi melapor kepada Datuk Rio yang di hutan Senaning ada tamu bermalam situ dan mau menghadap Datuk Rio.
Sesupun tiba di tempat bermalamnya orang suro itu ternyata tidak ada lagi di tempat itu, sementara perintah Rio masih belum menemukan terus dalam hutan itu. Sudah dua hari yang datang di hutan Senaning, namun kedua orang suro itu tidak juga ditemukan. Akhirnya para pencari ini pun kembali ke Dusun Lidung dan memberi tahu bahwa mereka adalah orang kedua yang sudah berpindah dari tempatnya.
Beberapa hari kemudian mendapat berita oleh Rio Dusun Lidung bahwa kedua orang suro itu telah bermalam dan berpindah ke Ujung Tanjung Saribulan. BERMALAM dan BERPINDAH dalam bahasa dusun yang disebut MELANGUN .
Dikarenakan kejadian melangun ini terjadi di Dusun Ujung Tanjung Saribulan Maka Desa Ujung Tanjung Saribulan berubah nama menjadi SURO MELANGUN . Lama kelamaan disebabkan logat dan ejaan orang dusun SURO MELANGUNberubah menjadi SAROLANGUN . Kini Sarolangun telah menjadi Kabupaten Sarolangun yang merupakan bagian dari Provinsi Jambi.
AWAL MULA KABUPATEN SAROLANGUN
Pada zaman dulu, sebelum agama Islam masuk kedaerah Jambi, ada sebuah dusun yang terletak dipinggir sungai Batang Asai, dusun ini disebut Ujung Tanjung karena pusat di Ujung Tanjung Tembesi. Kepala Dusunnya dipimpin oleh seorang Rio yang bergelar Datuk Bagindo Tuo, kala itu tidak sembarang orang bisa jadi kepala Dusun atau Rio. Hanya orang yang berilmu tinggi dan sakti saja lah yang bisa menjadi kepala Dusun dan representasi rakyatnya.
Karena Ujung Tanjung menjadi pusat Pemerintahan Segala Batin (Negeri) didirikanlah sebuah tempat musyawarha yang dinamakan Balai Panjang . Sampai sekarang ungkapan Balai Panjang ini disebut dalam kata-kata adat di Kabupaten Sarolangun yang berbunyi"Ujung Tanjung Saribulan, Bakuto Pinang Balarik, Idak Pasih Bategak Rumah, Pasih Bategak Balai Panjang, Disitu Tempat Kusut Basalesai, Silang Tempat Bapatut" .
Bulan berganti tahun, tahun berganti abad, dari zaman Hindu masuk Islam, daerah Jambi diperintah oleh seorang Raja Jambi yaitu Sultan Thaha. Dimasa Pemerintahan Sultan Thaha inilah nama Dusun Ujung Tanjung yang disebut Ujung Tanjung Saribulan . Pasalnya kompilasi rombongan Kerajaan Melayu Jambi yang dipimpin oleh Sultan Thaha dengan membawa rombongan armada perahu kajang lakonya menelusuri sungai batanghari ke dan masuk ke sungai untuk menemukan daerah dan rakyatnya, dan sampailah ke dusun Ujung Tanjung.
Rombongan diakses oleh rakyat layaknya kenyamanan seorang raja. Sultan Thaha menjadi tamu Datuk Rio Bagindo Tuo lengkap dengan pengawal hulubalang tangguh yang datang dari dusun - dusun sekitarnya seperti: Bathin VIII, Bathin VI, Bathin Pengambang, dll.
Sistem Pemerintahan didusun Ujung Tanjung Saribulan yang terdiri dari sistem pintu gerbang, Karena Ujung Tanjung menjadi pusat Pemerintahan Segala Pemandian. Bagi para tamu dari luar daerah tidak mungkin langsung ke Ujung Tanjung Saribulan tetapi harus melalui dan melapor Datuk Rio Depati Singo Dilogo kepala Pemerintahan di desa Lidung. Desa Lidung ini terpasang kira - kira 5 km kehilir sungai tembesi. Sudah ada izin dari Rio Lidung ini, barulah tamu yang datang ke Rio Datuk Bagindo Tuo di Ujung Tanjung Saribulan.
Pada masa ini lah Dusun Ujung Tanjung berubah menjadi SAROLANGUN , dongengnya kira - kira begini:
Suatu saat ada dua orang tamu dari daerah Musi Rawas berasal dari Dusun Suro. Kedua orang ini ingin bertemu dan menghadap Rio Datuk Bagindo Tuo di Ujung Jabung tersebut. Mereka ingin bertemu untuk silaturahmi dan ingin menuntut ilmu kesaktian dengan Datuk Rio.
Sebelum mereka ke Ujung Tanjung Saribulan sudah menjadi keharusan harus melapor terlebih dahulu kepada Rio Dusun Lidung. Transportasi atau hubungan antar dusun yang berisi terutama melalui sungai, sementara hubungan sangat sulit karena belum ada jalan seperti saat ini, yang ada semak belukar bahkan masih hutan belantara.
Saat kedua orang suro ini menuju Dusun Lidung haripun sudah dua malam. Terpaksalah kedua orang itu istirahat dan bermalam ditengah hutan ini yang bernama hutan Senaning. Sore hari itu yang disebut orang kedua orang ini bertemu dengan dua orang penduduk Dusun Lidung yang mau pulang dari mencari rotan. Sanak datang dari mana dan tujuan kemana, sapa orang Lidung kepada orang kedua suro ini.
Kami datang dari dusun Suro Musi Rawas mau menghadap Datuk Rio Depati SingoDilago di Dusun Lidung, jawab orang kedua suro ini. Karena hari sudah senja dan Dusun Lidung masih jauh, maka bermalamlah kedua orang suro ini di hutan Senaning. Sesampainya di Dusun Lidung, kedua pencari rotan tadi melapor kepada Datuk Rio yang di hutan Senaning ada tamu bermalam situ dan mau menghadap Datuk Rio.
Sesupun tiba di tempat bermalamnya orang suro itu ternyata tidak ada lagi di tempat itu, sementara perintah Rio masih belum menemukan terus dalam hutan itu. Sudah dua hari yang datang di hutan Senaning, namun kedua orang suro itu tidak juga ditemukan. Akhirnya para pencari ini pun kembali ke Dusun Lidung dan memberi tahu bahwa mereka adalah orang kedua yang sudah berpindah dari tempatnya.
Beberapa hari kemudian mendapat berita oleh Rio Dusun Lidung bahwa kedua orang suro itu telah bermalam dan berpindah ke Ujung Tanjung Saribulan. BERMALAM dan BERPINDAH dalam bahasa dusun yang disebut MELANGUN .
Dikarenakan kejadian melangun ini terjadi di Dusun Ujung Tanjung Saribulan Maka Desa Ujung Tanjung Saribulan berubah nama menjadi SURO MELANGUN . Lama kelamaan disebabkan logat dan ejaan orang dusun SURO MELANGUNberubah menjadi SAROLANGUN . Kini Sarolangun telah menjadi Kabupaten Sarolangun yang merupakan bagian dari Provinsi Jambi.
0 Response to "Sejarah Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi"
Post a Comment