Sejarah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi

Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Luas wilayahnya 5.009,82 km² dengan populasi 293.594 jiwa pada tahun 2012. Ibukotanya ialah Kualatungkal. Kabupaten ini terbagi menjadi 13 kecamatan yang terbagi lagi menjadi 20 kelurahan dan 114 desa. Dulunya dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur kabupaten ini membentuk Kabupaten Tanjung Jabung.

AWAL MULA KABUPATEN TANJABBAR


Sebelum abad ke-17 di Tanah Tungkal ini sudah berpenghuni seperti Merlung, Tanjung Paku, Suban yang sudah dipimpin oleh seorang Demong, jauh sebelum datangnya rombongan 199 orang dari Pariang Padang Panjang yang dipimpin oleh Datuk Andiko dan sebelum masuknya utusan Raja Johor.

Kemudian memasuki abad ke-17 ketika itu daerah ini masih disebut Tungkal saja, daerah ini dikuasai atau dibawah Pemerintahan Raja Johor. Dimana yang menjadi wakil Raja Johor di daerah ini pada waktu itu adalah Orang Kayo Depati. Setelah lama memerintah Ornag Kayo Depati pulang ke Johor dan ia digantikan oleh Orang Kayo Syahbandar yang berkedudukan di Lubuk Petai.

Setelah Orang Kayo Syahbandar kemudian diganti lagi oleh Orang Kayo Ario Santiko yang berkedudukan di Tanjung Agung (Lubuk petai) dan Datuk Bandar Dayah yang berkedudukan di Batu Ampar, daerahnya meliputi Tanjung rengas sampai ke Hilir Kuala Tungkal atau Tungkal Ilir sekarang.

Memasuki abad ke- 18 atau sekitar tahun 1841-1855 Tungkal dikuasai dan dibawah Pemerintahan Sultan Jambi yaitu Sultan Abdul Rahman Nasaruddin. Pada saat itu kesultanan Jambi mengirim seorang Pangeran yang bernama Pangeran Badik Uzaman ke Tungkal yaitu Tungka Ulu sekarang Kedatangannya disambut baik oleh orang Kayo Ario Santiko dan Datuk Bandar Dayah.

Setelah terbukanya Kota Kuala Tungkal maka semakin banyak orang mulai datang, sekitar tahun 1902 dari suku Banjar yang berimigrasi dari Pulau Kalimantan melalui Malaysia. Mereka ini berjumlah 16 orang antara lain : H.Abdul Rasyid, Hasan, Si Tamin gelar Pak Awang, Pak Jenang, Belacan Gelar Kucir, Buaji dan kemudian mereka ini berdatangan lagi dengan jumlah agak lebih besar yaitu 56 orang yang dipimpin oleh Haji Anuari dan iparnya Haji Baharuddin, Rombongan 56 orang ini banyak menetap di Bram Itam Kanan dan Bram Itam Kiri. Selanjutnya datang lagi dari suku Bugis, Jawa, Suku Donok atau Suku Laut yang banyak hidup dipantai/laut, dan Cina serta India yang datang untuk berdagang.

Pada tahun 1901 kerajaan Jambi takluk keseluruhannya kepada Pemerintahan Belanda termasuk Tanah Tungkal khususnya di Tungkal Ulu yang Konteleir jenderalnya berkedudukan di Pematang Pauh. Sehingga pecahlah perperangan antara masyarakat Tungkal Ulu dan Merlung dengan Belanda. Karena mendapat serangan yang cukup berat akhirnya pemerintah Belanda mengundurkan diri dan hengkang dari wilayah itu. Perperangan itu dipimpin oleh Raden Usman anak dari Badik Uzaman. Raden Usman kemudian wafat dan dimakamkan di Pelabuhan Dagang.

Selanjutnya muncullah Pemerintahan Kerajaan Lubuk Petai yang dipimpin oleh Orang Kayo Usman dan Lubuk Petai kemudian membentuk pemerintahan baru. Pada waktu itu dibentuklah oleh H.Muhammad Dahlan Orang Kayo yang pertama dalam penyusunan pemerintahan yang baru.

Orang Kayo pertama ini pada waktu itu masih diintip dan diserang oleh rombongan dari Jambi. Ia diserang dan ditembak dirumahnya lalu patah. Maka bernamalah pemerintahan itu dengan Pemerintahan Pesirah Patah sampai zaman kemerdekaan.

Seiring bergulirnya perkembangan zaman berdasarkan keputusan Komite Nasional Indonsia (KNI) untuk Pulau Sumatera di Kota Bukitinggi (Sumbar) pada tahun 1946 tanggal 15 April 1946, maka pulau Sumatera di bagi menjadi 3 (tiga) Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Tengah, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Selatan, pada waktu itu Daerah Keresidenan Jambi terdiri dari Batanghari dan Sarolangun Bangko, tergabung dalam Provinsi sumatera Tengah yang dikukuhkan dengan undang - undang darurat Nomor 19 Tahun 1957, kemudian dengan terbitnya undang - undang Nomor 61 Tahun 1958 pada tanggal 6 januari 1958 Keresidenan Jambi menjadi Provinsi Tingkat I Jambi yang terdiri dari : Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun Bangko dan Kabupaten Kerinci.

Pada tahun 1965 wilayah Kabupaten Batanghari dipecah menjadi 2 (dua) bagian yaitu : Kabupaten Dati II Batanghari dengan Ibukota Kenaliasam, Kabupaten Dati II Tanjung Jabung dengan Ibukotanya Kuala Tungkal. Kabupaten Dati II Tanjung Jabung diresmikan menjadi daerah kabupaten pada tanggal 10 Agustus 1965 yang dikukuhkan dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1965 (Lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1965), yang terdiri dari Kecamatan Tungkal Ulu, Kecamatan Tungkal Ilir dan kecamatan Muara Sabak.

Setelah memasuki usianya yang ke-34 dan seiring dengan bergulirnya Era Desentralisasi daerah, di mana daerah di beri wewenang dan keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, maka kabupaten Tanjung Jabung sesuai dengan Undang-undang No.54 Tanggal 4 Oktober 1999 tentang pemekaran wilayah kabupaten dalam Provinsi Jambi telah memekarkan diri menjadi dua wilayah yaitu :
1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat Sebagai Kabupaten Induk dengan Ibukota Kuala Tungkal
2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Sebagai Kabupaten hasil pemekaran dengan Ibukota Muara Sabak

Kabupaten yang beribukota di Kuala Tungkal ini memiliki masyarakat yang heterogen. Suku Jawa, Banjar, Melayu, Bugis, Batak, Minangkabau, Palembang, Tionghoa, Kerinci dan berbagai etnis berbaur di kabupaten yang terkenal dengan julukan kota bersama ini. Dengan hasil pertanian dan perkebuanan yang cukup melimpah kabupaten ini terus berkembang. Kelapa, Kelapa Sawit, Pinang, dan beraneka buah-buahan adalah sumber daya alam yang banyak terdapat di daerah ini. Juga kekayaan minyak bumi dan gas yang saat ini dikelola oleh perusahaan asing juga merupakan kekayaan asli dari daerah ini.

0 Response to "Sejarah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel