Kumpulan Kisah Karomah Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)
Sunday, July 28, 2019
Add Comment
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) merupakan nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro.
Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubrotetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri.
Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
KAROMAH SUNAN GRESIK MENURUNKAN HUJAN
Pada saat mengembara disuatu wilayah yang sangat amat panas dari kejauhan ia melihat kerumunan banyak orang.
Orang-orang disitu mengelilingi panggung batu-batuan. Diatas batu-batuan itu terdapat seorang gadis berpakaian putih yang di apit oleh dua orang lelaki berbadan besar dan bengis memegangkan tangan sang gadis yang sembari meronta-ronta.
Disitu juga ada seorang pendeta yang sedang membacakan matranya. Si pendeta akan memulai upacaranya dengan memegang pisau.
Ditengah-tengah upacara itu, Sultan Maulana Malik Ibrahim datang mengampirinya. “Ada tontonan apa ini Tuan?”, tanya sunan. Lalu si pendeta menjawab “Upacara persembahan Tuan. Dan kenapa gadis itu menjerit dan meronta-ronta?, “Dialah gadis yang sebentar lagi akan dibunuh untuk dipersembahkan kepada dewa hujan”. Untuk apa?, agar mendatangkan hujan karena daerah kami sudah mengalami kemarau yang berkepanjangan, sehingga ladang kami tidak bisa menghasilkan panen.
Sesaat lagi si pendeta akan menikamkan pisaunya ke tubuh sang gadis. Hei Kalian ! TUNGGU ! Jangan dibunuh gadis itu ! ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu Sunan memohon agar upacara ini diberhentikan akan tetapi kedua orang laki-laki berbadan besar langsung menyergap Sunan Maulana Malik Ibrahim untuk ditangkapnya. Namun baru beberapa langkah saja kaki mereka berdua lumpuh tidak bisa bergerak.
Maaf Tuan – Tuan semuanya! kami ingin membatu kalian, ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu dibantah oleh si pendetanya “Ah Omong Kosong! kalian tidak mungkin dapat membantu kami. Kami memerlukan air hujan!”. Lalu Sunan berkata kepada orang-orang disekitarnya, “Sudah berapa korban yang dibunuh?”, “Ini korban yang ketiga Tuan” ucap orang-orang disitu. “Apakah hujan sudah turun ?”, “Belum Tuan!” ucap orang-orang disitu. “Apakah kalian ingin tetap hujan turun?”, “Betul Tuan, kami sangat membutuhkan air hujan” ucap orang-orang secara serempak.”Baik Insya Allah Tuhan akan menolong kalian” ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Sunan Maulana Malik Ibrahim bersama kelima muridnya menghadap ke kiblat, melakukan shalat sunah Istiqah (memohon hujan) dua rakaat. Beberapa saat kemudian langit terlihat mendung lalu hujan turun dengan lebatnya.
Orang-orang bersorak gembira. sudah lama sekali mereka menantikan kehadiran hujan deras seperti ini. Bapak-bapak Ibu-ibu sekalian berhentilah bersorak-sorak dan menari. Tenanglah !. Mari kita bersama-sama mengucap syukur Alhamudlilah ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Lalu Sunan berkata jangan berterima kasih dan menyembah-nyembah kepadaku, karena hujan yang turun ini adalah kehendak Allah, lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.
MENGUBAH BERAS MENJADI PASIR
Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya. Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir.
Padahal si empunya rumah adalah orang berada yang memiliki berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian.
Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu.
Saudagar kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Maulana Malik Ibrahim. Namun sesaat berselang, datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu.
“Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras,” ujar perempuan tua itu sambil melirik ke karung beras yang berada di halaman.
“Mana beras,? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan beras, tapi pasir,” ujar orang saudagar kaya itu.
Pengemis tua itu tertunduk sedih. Dia pun beranjak pergi dengan langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Ternyata apa yang digunjingkan orang tentang muridnya ini benar adanya. Syekh Maulana Malik Ibrahim bergumam dalam hati, dan dia pun berdo’a. Pembicaraan yang sempat tertunda dilanjutkan kembali.
Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu. “Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga. Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!,” kata Pembantu itu dengan suara bergetar melaporkan.
Orang kaya itu terkejut, segera dia beranjak dari duduknya, dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar, beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Dia pun bersimpuh menangis.
Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menghampirinya. “Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini menangis,?” Syekh Maulana Malik Ibrahim menyindir muridnya yang kikir itu.
“Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah. Saya berdosa,!” si murid meratap bersimpuh di kaki Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Syekh Maulana Malik Ibrahim tersenyum, “Alamatkan maafmu kepada Allah dan pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan,” ujar Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim dia berjanji akan mengubah semua perbuatannya.
Dia mohon juga agar berasnya bisa kembali lagi seperti semula. Kekikirannya ingin dia buang jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan.
Syekh Maulana Malik Ibrahim kembali berdoa, dan dengan izin Allah, beras yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali. Karena kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu.
Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Dia berubah menjadi dermawan, tak pernah lagi dia menolak pengemis yang datang. Bahkan dia mendirikan musala dan majelis pengajian serta tempat ibadah lainnya.
Menurut beberapa literatur yang ada, beliau juga sangat ahli dalam pertanian, pengobatan dan tata negara.
MEMILIKI DOA YANG MUSTAJAB
Beliau juga dianugerahi karomah oleh Allah SWT berupa doa-doa mujarab. Doa-doa itu digunakan beliau untuk menyelesaikan masalah dan mengobati penyakit yang mewabah di masyarakat.
Dalam syiar Islamnya, dia tidak hanya berdakwah sembari berdagang, melainkan juga berdakwah melalui jalur pengobatan gratis, yang disisipi dengan ajaran Islam.
“Misalkan, sebelum memulai pengobatannya, masyarakat yang menderita sakit, diajaknya berdoa memohon rida Allah.
Karena banyak penduduk yang semula sakit menjadi sembuh setelah diobati, mengundang penasaran pihak Kerajaan Majapahit. Beliau pun sempat diundang khusus ke Majapahit untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa.
Setelah pengikut beliau makin banyak, maka beliau mendirikan masjid. Ia juga merasa perlu membangun bilik-bilik tempat menimba ilmu bersama.
Model belajar seperti inilah yang kemudian dikenal dengan nama pesantren . Dalam mengajarkan ilmunya, Syeikh Malik punya kebiasaan khas: meletakkan Al-Quran atau kitab hadis di atas bantal. Karena itu ia kemudian dijuluki ” Kakek Bantal ”.
Beliau waktu itu bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu melainkan juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat, juga meluruskan iman dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik.
Caranya , beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW.
Wallohua'lam bisshowab
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro.
Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubrotetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri.
Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
KAROMAH SUNAN GRESIK MENURUNKAN HUJAN
Pada saat mengembara disuatu wilayah yang sangat amat panas dari kejauhan ia melihat kerumunan banyak orang.
Orang-orang disitu mengelilingi panggung batu-batuan. Diatas batu-batuan itu terdapat seorang gadis berpakaian putih yang di apit oleh dua orang lelaki berbadan besar dan bengis memegangkan tangan sang gadis yang sembari meronta-ronta.
Disitu juga ada seorang pendeta yang sedang membacakan matranya. Si pendeta akan memulai upacaranya dengan memegang pisau.
Ditengah-tengah upacara itu, Sultan Maulana Malik Ibrahim datang mengampirinya. “Ada tontonan apa ini Tuan?”, tanya sunan. Lalu si pendeta menjawab “Upacara persembahan Tuan. Dan kenapa gadis itu menjerit dan meronta-ronta?, “Dialah gadis yang sebentar lagi akan dibunuh untuk dipersembahkan kepada dewa hujan”. Untuk apa?, agar mendatangkan hujan karena daerah kami sudah mengalami kemarau yang berkepanjangan, sehingga ladang kami tidak bisa menghasilkan panen.
Sesaat lagi si pendeta akan menikamkan pisaunya ke tubuh sang gadis. Hei Kalian ! TUNGGU ! Jangan dibunuh gadis itu ! ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu Sunan memohon agar upacara ini diberhentikan akan tetapi kedua orang laki-laki berbadan besar langsung menyergap Sunan Maulana Malik Ibrahim untuk ditangkapnya. Namun baru beberapa langkah saja kaki mereka berdua lumpuh tidak bisa bergerak.
Maaf Tuan – Tuan semuanya! kami ingin membatu kalian, ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu dibantah oleh si pendetanya “Ah Omong Kosong! kalian tidak mungkin dapat membantu kami. Kami memerlukan air hujan!”. Lalu Sunan berkata kepada orang-orang disekitarnya, “Sudah berapa korban yang dibunuh?”, “Ini korban yang ketiga Tuan” ucap orang-orang disitu. “Apakah hujan sudah turun ?”, “Belum Tuan!” ucap orang-orang disitu. “Apakah kalian ingin tetap hujan turun?”, “Betul Tuan, kami sangat membutuhkan air hujan” ucap orang-orang secara serempak.”Baik Insya Allah Tuhan akan menolong kalian” ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Sunan Maulana Malik Ibrahim bersama kelima muridnya menghadap ke kiblat, melakukan shalat sunah Istiqah (memohon hujan) dua rakaat. Beberapa saat kemudian langit terlihat mendung lalu hujan turun dengan lebatnya.
Orang-orang bersorak gembira. sudah lama sekali mereka menantikan kehadiran hujan deras seperti ini. Bapak-bapak Ibu-ibu sekalian berhentilah bersorak-sorak dan menari. Tenanglah !. Mari kita bersama-sama mengucap syukur Alhamudlilah ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Lalu Sunan berkata jangan berterima kasih dan menyembah-nyembah kepadaku, karena hujan yang turun ini adalah kehendak Allah, lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.
MENGUBAH BERAS MENJADI PASIR
Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya. Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir.
Padahal si empunya rumah adalah orang berada yang memiliki berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian.
Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu.
Saudagar kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Maulana Malik Ibrahim. Namun sesaat berselang, datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu.
“Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras,” ujar perempuan tua itu sambil melirik ke karung beras yang berada di halaman.
“Mana beras,? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan beras, tapi pasir,” ujar orang saudagar kaya itu.
Pengemis tua itu tertunduk sedih. Dia pun beranjak pergi dengan langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Ternyata apa yang digunjingkan orang tentang muridnya ini benar adanya. Syekh Maulana Malik Ibrahim bergumam dalam hati, dan dia pun berdo’a. Pembicaraan yang sempat tertunda dilanjutkan kembali.
Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu. “Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga. Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!,” kata Pembantu itu dengan suara bergetar melaporkan.
Orang kaya itu terkejut, segera dia beranjak dari duduknya, dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar, beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Dia pun bersimpuh menangis.
Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menghampirinya. “Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini menangis,?” Syekh Maulana Malik Ibrahim menyindir muridnya yang kikir itu.
“Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah. Saya berdosa,!” si murid meratap bersimpuh di kaki Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Syekh Maulana Malik Ibrahim tersenyum, “Alamatkan maafmu kepada Allah dan pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan,” ujar Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim dia berjanji akan mengubah semua perbuatannya.
Dia mohon juga agar berasnya bisa kembali lagi seperti semula. Kekikirannya ingin dia buang jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan.
Syekh Maulana Malik Ibrahim kembali berdoa, dan dengan izin Allah, beras yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali. Karena kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu.
Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Dia berubah menjadi dermawan, tak pernah lagi dia menolak pengemis yang datang. Bahkan dia mendirikan musala dan majelis pengajian serta tempat ibadah lainnya.
Menurut beberapa literatur yang ada, beliau juga sangat ahli dalam pertanian, pengobatan dan tata negara.
MEMILIKI DOA YANG MUSTAJAB
Beliau juga dianugerahi karomah oleh Allah SWT berupa doa-doa mujarab. Doa-doa itu digunakan beliau untuk menyelesaikan masalah dan mengobati penyakit yang mewabah di masyarakat.
Dalam syiar Islamnya, dia tidak hanya berdakwah sembari berdagang, melainkan juga berdakwah melalui jalur pengobatan gratis, yang disisipi dengan ajaran Islam.
“Misalkan, sebelum memulai pengobatannya, masyarakat yang menderita sakit, diajaknya berdoa memohon rida Allah.
Karena banyak penduduk yang semula sakit menjadi sembuh setelah diobati, mengundang penasaran pihak Kerajaan Majapahit. Beliau pun sempat diundang khusus ke Majapahit untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa.
Setelah pengikut beliau makin banyak, maka beliau mendirikan masjid. Ia juga merasa perlu membangun bilik-bilik tempat menimba ilmu bersama.
Model belajar seperti inilah yang kemudian dikenal dengan nama pesantren . Dalam mengajarkan ilmunya, Syeikh Malik punya kebiasaan khas: meletakkan Al-Quran atau kitab hadis di atas bantal. Karena itu ia kemudian dijuluki ” Kakek Bantal ”.
Beliau waktu itu bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu melainkan juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat, juga meluruskan iman dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik.
Caranya , beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW.
Wallohua'lam bisshowab
0 Response to "Kumpulan Kisah Karomah Sunan Gresik (Syekh Maulana Malik Ibrahim)"
Post a Comment