Riwayat Asal Usul Ratu Nilakendra, Raja Kelima Pajajaran
Thursday, July 18, 2019
Add Comment
Ratu Nilakendra atau Tohaan Dimajaya merupakan Raja Pajajaran ke V beliau naik tahta menggantikan Ratu Sakti yang wafat pada 1551. Pada masa pemerintahan Ratu Sakti yaitu dari 1543-1551, Pajajaran sebenarnya mulai ditimpa musibah kelaparan, mengingat Raja sebelum Ratu Nila Kendra itu dikisahkan suka mabuk-mabukan dan jauh dari agama serta tidak mempedulikan rakyat banyak.
Ratu Sakti juga dikisahkan bermoral buruk, beliau dikisahkan banyak menghukum mati penduduk, merampas hartanya tanpa alasan yang jelas. Raja ini juga dicap sebagai melanggar adat keraton kerena mengawini seorang putri larangan dari keluaran yang dilarang adat secara keras. Bahkan, yang lebih parah, Ratu Sakti pun diketahui memperistri ibu tirinya sendiri. Ratu Sakti meninggal pada tahun 1551 dan digantikan oleh Nilakendra.
Meskipun Ratu Sakti ketika memerintah Negara dikenal kejam dan tak bermoral, ia dianggap sebagai seorang Raja yang dikategorikan mengurus Negara dengan benar atau tidak ngawur, sehingga hal-hal yang menyangkut kedaulatan Negara masih dapat ia pertahankan.
Maka berbeda dengan pendahulunya Ratu Sakti, Nilakendra tidak melanggar larangan adat apapun, hanya saja Raja ke V Pajajaran ini rupanya terjerumus pada ajaran mistis aliran keagamaan Tantra.
Carita Parahiyangan memberitakan sikap petani "Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan" (Petani menjadi serakah akan makanan, tidak merasa senang bila tidak bertanam sesuatu). Ini merupakan berita tidak langsung, bahwa kelaparan telah berjangkit.
Frustasi di lingkungan kerajaan lebih parah lagi. Ketegangan yang mencekam menghadapi kemungkinan serangan musuh yang datang setiap saat telah mendorong raja beserta para pembesarnya memperdalam aliran keagamaan Tantra. Sekte Tantra adalah sekte yang melakukan meditasi dengan mempersatukan Yoni dan Lingga. Artinya meditasi dilakukan dengan melakukan hubungan antara laki laki dan perempuan. Shri Kertanegara dari Kerajaa Singhasari juga penganut ajaran ini.
"Lawasnya ratu kampa kalayan pangan, tatan agama gyan kewaliya mamangan sadrasa nu surup ka sangkan beuanghar"
(Karena terlalu lama raja tergoda oleh makanan, tiada ilmu yang disenanginya kecuali perihal makanan lezat yang layak dengan tingkat kekayaan).
Selain itu, Nilakendra malah memperindah keraton, membangun taman dengan jalur-jalur berbatu ("dibalay") mengapit gerbang larangan. Kemudian membangun "rumah keramat" (bale bobot) sebanyak 17 baris yang ditulisi bermacam-macam kisah dengan emas.
Mengenai musuh yang harus dihadapinya, sebagai penganut ajaran Tantra yang setia, ia membuat sebuah "bendera keramat" ("ngibuda Sanghiyang Panji"). Bendera inilah yang diandalkannya menolak musuh. Meskipun bendera ini tak ada gunanya dalam menghadapi laskar Banten karena mereka tidak takut karenanya. Akhirnya nasib Nilakendra dikisahkan "alah prangrang, maka tan nitih ring kadatwan" (kalah perang, maka ia tidak tinggal di keraton).
Nilakendra sejaman dengan Panembahan Hasanudin dari Banten dan bila diteliti isi buku Sejarah Banten tentang serangan ke Pakuan yang ternyata melibatkan Hasanudin dengan puteranya Yusuf, dapatlah disimpulkan, bahwa yang tampil ke depan dalam serangan itu adalah Putera Mahkota Yusuf. Peristiwa kekalahan Nilakendra ini terjadi ketika Susuhunan Jati masih hidup (ia baru wafat tahun 1568 dan Fadillah wafat 2 tahun kemudian).
Demikianlah, sejak saat itu ibukota Pakuan telah ditinggalkan oleh raja dan dibiarkan nasibnya berada pada penduduk dan para prajurit yang ditinggalkan. Namun ternyata Pakuan sanggup bertahan 12 tahun lagi.
Ratu Sakti juga dikisahkan bermoral buruk, beliau dikisahkan banyak menghukum mati penduduk, merampas hartanya tanpa alasan yang jelas. Raja ini juga dicap sebagai melanggar adat keraton kerena mengawini seorang putri larangan dari keluaran yang dilarang adat secara keras. Bahkan, yang lebih parah, Ratu Sakti pun diketahui memperistri ibu tirinya sendiri. Ratu Sakti meninggal pada tahun 1551 dan digantikan oleh Nilakendra.
Meskipun Ratu Sakti ketika memerintah Negara dikenal kejam dan tak bermoral, ia dianggap sebagai seorang Raja yang dikategorikan mengurus Negara dengan benar atau tidak ngawur, sehingga hal-hal yang menyangkut kedaulatan Negara masih dapat ia pertahankan.
Maka berbeda dengan pendahulunya Ratu Sakti, Nilakendra tidak melanggar larangan adat apapun, hanya saja Raja ke V Pajajaran ini rupanya terjerumus pada ajaran mistis aliran keagamaan Tantra.
Carita Parahiyangan memberitakan sikap petani "Wong huma darpa mamangan, tan igar yan tan pepelakan" (Petani menjadi serakah akan makanan, tidak merasa senang bila tidak bertanam sesuatu). Ini merupakan berita tidak langsung, bahwa kelaparan telah berjangkit.
Frustasi di lingkungan kerajaan lebih parah lagi. Ketegangan yang mencekam menghadapi kemungkinan serangan musuh yang datang setiap saat telah mendorong raja beserta para pembesarnya memperdalam aliran keagamaan Tantra. Sekte Tantra adalah sekte yang melakukan meditasi dengan mempersatukan Yoni dan Lingga. Artinya meditasi dilakukan dengan melakukan hubungan antara laki laki dan perempuan. Shri Kertanegara dari Kerajaa Singhasari juga penganut ajaran ini.
"Lawasnya ratu kampa kalayan pangan, tatan agama gyan kewaliya mamangan sadrasa nu surup ka sangkan beuanghar"
(Karena terlalu lama raja tergoda oleh makanan, tiada ilmu yang disenanginya kecuali perihal makanan lezat yang layak dengan tingkat kekayaan).
Selain itu, Nilakendra malah memperindah keraton, membangun taman dengan jalur-jalur berbatu ("dibalay") mengapit gerbang larangan. Kemudian membangun "rumah keramat" (bale bobot) sebanyak 17 baris yang ditulisi bermacam-macam kisah dengan emas.
Mengenai musuh yang harus dihadapinya, sebagai penganut ajaran Tantra yang setia, ia membuat sebuah "bendera keramat" ("ngibuda Sanghiyang Panji"). Bendera inilah yang diandalkannya menolak musuh. Meskipun bendera ini tak ada gunanya dalam menghadapi laskar Banten karena mereka tidak takut karenanya. Akhirnya nasib Nilakendra dikisahkan "alah prangrang, maka tan nitih ring kadatwan" (kalah perang, maka ia tidak tinggal di keraton).
Nilakendra sejaman dengan Panembahan Hasanudin dari Banten dan bila diteliti isi buku Sejarah Banten tentang serangan ke Pakuan yang ternyata melibatkan Hasanudin dengan puteranya Yusuf, dapatlah disimpulkan, bahwa yang tampil ke depan dalam serangan itu adalah Putera Mahkota Yusuf. Peristiwa kekalahan Nilakendra ini terjadi ketika Susuhunan Jati masih hidup (ia baru wafat tahun 1568 dan Fadillah wafat 2 tahun kemudian).
Demikianlah, sejak saat itu ibukota Pakuan telah ditinggalkan oleh raja dan dibiarkan nasibnya berada pada penduduk dan para prajurit yang ditinggalkan. Namun ternyata Pakuan sanggup bertahan 12 tahun lagi.
0 Response to "Riwayat Asal Usul Ratu Nilakendra, Raja Kelima Pajajaran"
Post a Comment