Asal Usul Tempat Suci Mandala Agrabinta
Thursday, July 18, 2019
Add Comment
Mandala Agraginta adalah tempat suci orang sunda berupa kamandalaan atau kabuyutan sebagai tempat mempelajari ilmu keagamaan. Mandala Agrabinta adalah cikal bakal Kerajaan Agrabintapura atau kerajaan Tanjung Kidul.
Mandala ini disebutkan dalam naskah kuno Sunda (NSK), sebagaimana dijelaskan oleh undang A Darsa.
Mandala atau Kabuyutan ini adalah budaya masyarakat di tatar Sunda zaman kuno. Ajaran Hyang atau Sunda Wiwitan atau agama Jati Sunda yang menjadi latar belakang pendirian Kemandalaan atau Kabuyutan ini. Bentuk kemandalaan ini adalah bukit yang disebut orang Sunda sebagai Gunung, berupa punden berundak.
SEJARAH MANDALA AGRABINTA
Pengertian Agrabintapura terdiri atas tiga kata yaitu Agra, Binta dan pura. Kata Agra berasal dari Bahasa Sangsekerta yang berarti pucuk atau puncak, kata Binta merupakan penggalan dari kata Bintaro (Cerbera manghas) yaitu tumbuhan pantai atau paya berupa pohon dengan ketinggian dapat mencapai 12 m, Daunnya berbentuk bulat telur, berwarna hijau tua, yang tersusun berselingan. Bunganya harum dengan mahkota berdiameter 3-5cm berbentuk terompet dengan pangkal merah muda. Benang sari berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur, panjang 5-10cm, dan berwarna merah cerah jika masak. Pohon bintaro dahulu banyak terdapat di wilayah Agrabinta untuk saat ini banyak terdapat dialiran sungai Cibintaro. Kata pura berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti Karaton atau Istana. Jadi pengertian Agrabintapura yaitu Keraton yang berada di atas cahaya dan dikelilingi oleh pohon bintaro yang indah serta rindang ( Keraton yang berkilau cahaya mentari).
Secara konsep pertahanan Agrabintapura di kelilingi oleh Benteng-Benteng Alam, di sebelah utara di bentengi oleh lembah Citangkolo yang lebar dan dalam, disebelah timur di bentengi oleh lembah sungai Cibintaro, di sebelah selatan benteng alam Cibintaro yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan sebelah barat lembah sungai Ciagra.
Merunut konsep spiritual Agrabintapura berada sejajar membentuk garis lurus dengan Gunung gede, ketika berada di Agrabinta kita bisa melihat dengan jelas kesebelah utara terlihat Gunung Gede dan disebelah timur Gunung Papandayan dan sebelah selatan bergaris jelas Samudera Hindia. Disamping itu semua, di Agrabinta terdapat banyak aliran sungai yang tentunya mendukung untuk konsep ritual keagamaan jaman dahulu.
Pada jaman penjajahan, Agrabinta merupakan basis terakhir pertahanan Tentara Belanda yang ditaklukan oleh Tentara Jepangdi wilayah Jawa Barat. Pada waktu penaklukan, serangan laut tentara jepang tidak bisa mendarat di Pesisir Datarlega tepatnya muara sungai Cidahon dikarenakan kuatnya bungker pertahanan Belanda disepanjang benteng alam Cibintaro.
Keberadaan Mandala disinggung dalam naskah jatiniskala. Teks naskah ini pertama kali ditransliterasikan atau dikonversikan dari aksara Sunda Kuno ke aksara Latin oleh Ayatrohaedi dkk. Kata jatiniskala sendiri sering muncul dalam teks, dan tampak selaras dengan isinya yang menguraikan tentang dunia kosmologis orang Sunda dulu, masa pra-Islam. Ringkasnya, naskah ini berisi wejangan yang disampaikan oleh sejumlah sosok dewata tentang “bagaimana caranya manusia mencapai kelanggengan yang sejati atau jatiniskala”, dengan menekankan renungan tentang bayu, sabda, dan hdap (hidep) yang juga ditemukan dalam naskah Sunda Kuno sejenis seperti Sanghyang Siksa Kandang Karesian dan Sewa ka Darma.
Berikut kutipan Transliterasi Naskah jatiniskala:
Ditapa kyarasa nge (nyi nyu) casah, lungguh asa di mega, hum(e)neng nu tan papolah, awak diya mandala ni(ng) ratna sa(ma)di, teka tumwangtan sira mari adoh purek.
(Dikatakan sedang bertapa di perbatasan langit, berada berhimpitan dengan awan, diam bagaikan yang tidak bergerak, tubuh dia adalah tempat )Mandala) permata doa, sehingga pandangan dia begitu jauh juga dekat.
FUNGSI MANDALA AGRABINTA
Pada zaman sistem pemerintahan kerajaan, lembaga formal pendidikan atau pabrik orang-orang cerdas itu salah satunya adalah mandala. Dengan kata lain, salah satu pengertian mandala adalah lembaga formal pendidikan di Sunda pada masa sistem kerajaan. Dalam kronik lontar Sunda Kuno (abad XV-XVI Masehi) tercatat ada 73 mandala di Tatar Sunda, dari Ujung Kulon sampai batas Timur Kerajaan Sunda, Cipamali.
LOKASI
Mandala Agrabinta berada di kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan Agrabinta terletak sekitar 130 km dari Kota Cianjur ke arah selatan. Lokasi di wilayah selatan Kabupaten Cianjur sehingga lebih dekat dengan Samudra Hindia, yaitu sekitar 2 km serta dilintasi oleh jalan Lintas Selatan Jawa Barat.
Keberadaan Mandala Agrabinta juga dikenal sebagai kerajaan Agrabintapura diterangkan dalam naskah Wangsakerta tahun 1677 masehi. Kerajaan itu didirikan oleh Prabu Swetalimansakti, adik kandung Prabu Dewawarman Raja Salakanagara abad ke 2 masehi.
Mandala ini disebutkan dalam naskah kuno Sunda (NSK), sebagaimana dijelaskan oleh undang A Darsa.
Mandala atau Kabuyutan ini adalah budaya masyarakat di tatar Sunda zaman kuno. Ajaran Hyang atau Sunda Wiwitan atau agama Jati Sunda yang menjadi latar belakang pendirian Kemandalaan atau Kabuyutan ini. Bentuk kemandalaan ini adalah bukit yang disebut orang Sunda sebagai Gunung, berupa punden berundak.
SEJARAH MANDALA AGRABINTA
Pengertian Agrabintapura terdiri atas tiga kata yaitu Agra, Binta dan pura. Kata Agra berasal dari Bahasa Sangsekerta yang berarti pucuk atau puncak, kata Binta merupakan penggalan dari kata Bintaro (Cerbera manghas) yaitu tumbuhan pantai atau paya berupa pohon dengan ketinggian dapat mencapai 12 m, Daunnya berbentuk bulat telur, berwarna hijau tua, yang tersusun berselingan. Bunganya harum dengan mahkota berdiameter 3-5cm berbentuk terompet dengan pangkal merah muda. Benang sari berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur, panjang 5-10cm, dan berwarna merah cerah jika masak. Pohon bintaro dahulu banyak terdapat di wilayah Agrabinta untuk saat ini banyak terdapat dialiran sungai Cibintaro. Kata pura berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti Karaton atau Istana. Jadi pengertian Agrabintapura yaitu Keraton yang berada di atas cahaya dan dikelilingi oleh pohon bintaro yang indah serta rindang ( Keraton yang berkilau cahaya mentari).
Secara konsep pertahanan Agrabintapura di kelilingi oleh Benteng-Benteng Alam, di sebelah utara di bentengi oleh lembah Citangkolo yang lebar dan dalam, disebelah timur di bentengi oleh lembah sungai Cibintaro, di sebelah selatan benteng alam Cibintaro yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan sebelah barat lembah sungai Ciagra.
Merunut konsep spiritual Agrabintapura berada sejajar membentuk garis lurus dengan Gunung gede, ketika berada di Agrabinta kita bisa melihat dengan jelas kesebelah utara terlihat Gunung Gede dan disebelah timur Gunung Papandayan dan sebelah selatan bergaris jelas Samudera Hindia. Disamping itu semua, di Agrabinta terdapat banyak aliran sungai yang tentunya mendukung untuk konsep ritual keagamaan jaman dahulu.
Pada jaman penjajahan, Agrabinta merupakan basis terakhir pertahanan Tentara Belanda yang ditaklukan oleh Tentara Jepangdi wilayah Jawa Barat. Pada waktu penaklukan, serangan laut tentara jepang tidak bisa mendarat di Pesisir Datarlega tepatnya muara sungai Cidahon dikarenakan kuatnya bungker pertahanan Belanda disepanjang benteng alam Cibintaro.
Keberadaan Mandala disinggung dalam naskah jatiniskala. Teks naskah ini pertama kali ditransliterasikan atau dikonversikan dari aksara Sunda Kuno ke aksara Latin oleh Ayatrohaedi dkk. Kata jatiniskala sendiri sering muncul dalam teks, dan tampak selaras dengan isinya yang menguraikan tentang dunia kosmologis orang Sunda dulu, masa pra-Islam. Ringkasnya, naskah ini berisi wejangan yang disampaikan oleh sejumlah sosok dewata tentang “bagaimana caranya manusia mencapai kelanggengan yang sejati atau jatiniskala”, dengan menekankan renungan tentang bayu, sabda, dan hdap (hidep) yang juga ditemukan dalam naskah Sunda Kuno sejenis seperti Sanghyang Siksa Kandang Karesian dan Sewa ka Darma.
Berikut kutipan Transliterasi Naskah jatiniskala:
Ditapa kyarasa nge (nyi nyu) casah, lungguh asa di mega, hum(e)neng nu tan papolah, awak diya mandala ni(ng) ratna sa(ma)di, teka tumwangtan sira mari adoh purek.
(Dikatakan sedang bertapa di perbatasan langit, berada berhimpitan dengan awan, diam bagaikan yang tidak bergerak, tubuh dia adalah tempat )Mandala) permata doa, sehingga pandangan dia begitu jauh juga dekat.
FUNGSI MANDALA AGRABINTA
Pada zaman sistem pemerintahan kerajaan, lembaga formal pendidikan atau pabrik orang-orang cerdas itu salah satunya adalah mandala. Dengan kata lain, salah satu pengertian mandala adalah lembaga formal pendidikan di Sunda pada masa sistem kerajaan. Dalam kronik lontar Sunda Kuno (abad XV-XVI Masehi) tercatat ada 73 mandala di Tatar Sunda, dari Ujung Kulon sampai batas Timur Kerajaan Sunda, Cipamali.
LOKASI
Mandala Agrabinta berada di kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan Agrabinta terletak sekitar 130 km dari Kota Cianjur ke arah selatan. Lokasi di wilayah selatan Kabupaten Cianjur sehingga lebih dekat dengan Samudra Hindia, yaitu sekitar 2 km serta dilintasi oleh jalan Lintas Selatan Jawa Barat.
Keberadaan Mandala Agrabinta juga dikenal sebagai kerajaan Agrabintapura diterangkan dalam naskah Wangsakerta tahun 1677 masehi. Kerajaan itu didirikan oleh Prabu Swetalimansakti, adik kandung Prabu Dewawarman Raja Salakanagara abad ke 2 masehi.
0 Response to "Asal Usul Tempat Suci Mandala Agrabinta"
Post a Comment