Asal Usul Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur
Sunday, July 28, 2019
Add Comment
Kabupaten Belu adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kabupaten ini beribukota di Atambua. Memiliki luas wilayah 1.284,94 km², terbagi dalam 12 kecamatan, 12 kelurahan dan 96 desa, termasuk 30 desa dalam 8 kecamatan perbatasan, dan pada saat ini memiliki jumlah penduduk mencapai sekitar 220.699 jiwa.
SEJARAH KABUPATEN BELU
Manusia Belu yang mendiami wilayah Belu adalah “Suku Melus“. Orang Melus dikenal dengan sebutan “Emafatuk Oan Ema Ai Oan“, (manusia penghuni batu dan kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat, kekar dan bertubuh pendek. Semua para pendatang yang menghuni Belu sebenarnya berasal dari “Sina Mutin Malaka”.
Malaka merupakan tanah asal-usul pendatang di Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka. Khusus untuk para pendatang baru yang mendiami daerah Belu terdapat berbagai versi cerita. Kendati demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data. Ada cerita bahwa ada tiga orang bersaudara dari tanah Malaka yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus.
Nama ketiga bersaudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan. Dari Makoan Fatuaruin menyebutnya Nekin Mataus (Likusaen), Suku Mataus (Sonbai), dan Bara Mataus (Fatuaruin). Sedangkan Makoan asal Dirma menyebutnya Loro Sankoe (Debuluk, Welakar), Loro Banleo (Dirma, Sanleo) dan Loro Sonbai (Dawan).
Namun menurut beberapa makoan asal Besikama yang berasal dari Malaka ialah; Wehali Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ketiga orang bersaudara dari Malaka tersebut bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang
jelas dengan persekutuan yang akrab dengan masyarakatnya. Kedatangan mereka dari tanah Malaka hanya untuk menjalin hubungan dagang antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.
Dari semua pendatang di Belu, pimpinan dipegang oleh “Maromak
Oan“ Liurai Nain di Belu bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing Maromak Oan kekuasaannya juga merambah sampai sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam melaksanakan tugasnya di Belu, Maromak Oan memiliki perpanjangan tangan yaitu Wewiku-Wehali dan Haitimuk Nain.
Selain itu juga ada di Fatuaruin, Sonbai dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana. Maromak Oan sendiri menetap di Laran sebagai pusat kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali. Para pendatang di Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi Selatan dan Utara sebagaimana yang terjadi sekarang.
Menurut para sejararawan, pembagian Belu menjadi Belu bagian Selatan dan Utara hanyalah merupakan strategi
pemerintah jajahan Belanda untuk mempermudah system pengontrolan terhadap masyarakatnya. Dalam keadaan pemerintahan adat tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja dengan apa yang disebutnya “Zaman Keemasan Kerajaan”. Apa yang kita catat dan dikenal dalam sejarah daerah Belu adalah adanya kerajaan Wewiku-Wehali (pusat kekuasaan seluruh Belu).
Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang berkuasa di daerah Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay sekitar 40.000 jiwa masyarakatnya. Menurut penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk mempermudah pengaturan system pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh wilayah Belu sebagai Loro dan Liurai.
Tercatat nama-nama pemimpin besar yang dikirim dari WewikuWehali seperti Loro Dirma, Loro Lakekun, Biboki Nain, Herneno dan Insana Nain serta Nenometan Anas dan Fialaran. Ada juga kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya seperti Loro Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak.
Selain itu ada juga nama seperti Dafala, Manleten, Umaklaran Sorbau. Dalam perkembangan pemerintahannya muncul lagi tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon.
Sesuai pemikiran sejarawan Belu, perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As Tanara membawahi dasi sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat, Asumanu, Lasaka, Dafala, Manukleten, Sorbau, Lidak, Tohe Maumutin dan Aitoon. Dalam berbagai penuturan di Utara maupun di Selatan terkenal dengan nama empat jalinan terkait.
Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rinbesi hat yaitu Dafala, Manuleten, Umaklaran Sorbauan dibagian Timur ada Asumanu Tohe, Besikama-Lasaen, Umalor-Lawain. Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang satunya menjelma sebagai tak kelihatan itu yang menandai asal-usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah.
PEMBENTUKAN KABUPATEN BELU
Kabupaten Belu berdiri pada tanggal 20 Desember 1958 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1958 dengan Kota Atambua sebagai ibu kota kabupaten dan terdiri dari 6 kecamatan. Pada awal pembentukannya, Kabupaten Belu terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, dan Kecamatan Malaka Barat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1992 maka pada tahun 1992 terjadi pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kota Atambua.
Pada tahun 2001 terjadi pemekaran kecamatan lagi menjadi 12 kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 12 Tahun 2001. 12 kecamatan tersebut adalah Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan Raihat, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Rinhat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 10 Tahun 2004 terjadi pemekaran kecamatan di Kabupaten Belu menjadi 16 kecamatan yaitu Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan Raihat, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Sasitamean, Kecamatan Rinhat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Wewiku, Kecamatan Raimanuk dan Kecamatan Laenmanen.
Pada Tahun 2006 Kecamatan di Kabupaten Belu mengalami pemekaran sebanyak tiga kali sehingga pada akhir 2006 Kabupaten Belu terdiri dari 21 kecamatan. Pemekaran ini terjadi didasarkan atas Peraturan Daerah Kabupaten Belu berikut : No. 4 Tahun 2006 tentang pembentukan Kecamatan Lamaknen Selatan. No. 5 tahun 2006 tentang pembentukan Kecamatan Io Kufeu dan Botin Leo Bele. No. 18 Tahun 2006 tentang pembentukan Kecamatan Atambua Barat dan Atambua Selatan.
Kabupaten Belu pada saat ini terdiri dari 24 kecamatan yang merupakan hasil dari dua kali pemekaran yang terjadi pada tahun 2007 berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Kabuapaten Belu yaitu : No. 2 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur. No. 3 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Lasiolat.
SEJARAH KABUPATEN BELU
Manusia Belu yang mendiami wilayah Belu adalah “Suku Melus“. Orang Melus dikenal dengan sebutan “Emafatuk Oan Ema Ai Oan“, (manusia penghuni batu dan kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat, kekar dan bertubuh pendek. Semua para pendatang yang menghuni Belu sebenarnya berasal dari “Sina Mutin Malaka”.
Malaka merupakan tanah asal-usul pendatang di Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka. Khusus untuk para pendatang baru yang mendiami daerah Belu terdapat berbagai versi cerita. Kendati demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data. Ada cerita bahwa ada tiga orang bersaudara dari tanah Malaka yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus.
Nama ketiga bersaudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan. Dari Makoan Fatuaruin menyebutnya Nekin Mataus (Likusaen), Suku Mataus (Sonbai), dan Bara Mataus (Fatuaruin). Sedangkan Makoan asal Dirma menyebutnya Loro Sankoe (Debuluk, Welakar), Loro Banleo (Dirma, Sanleo) dan Loro Sonbai (Dawan).
Namun menurut beberapa makoan asal Besikama yang berasal dari Malaka ialah; Wehali Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ketiga orang bersaudara dari Malaka tersebut bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang
jelas dengan persekutuan yang akrab dengan masyarakatnya. Kedatangan mereka dari tanah Malaka hanya untuk menjalin hubungan dagang antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.
Dari semua pendatang di Belu, pimpinan dipegang oleh “Maromak
Oan“ Liurai Nain di Belu bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing Maromak Oan kekuasaannya juga merambah sampai sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam melaksanakan tugasnya di Belu, Maromak Oan memiliki perpanjangan tangan yaitu Wewiku-Wehali dan Haitimuk Nain.
Selain itu juga ada di Fatuaruin, Sonbai dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana. Maromak Oan sendiri menetap di Laran sebagai pusat kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali. Para pendatang di Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi Selatan dan Utara sebagaimana yang terjadi sekarang.
Menurut para sejararawan, pembagian Belu menjadi Belu bagian Selatan dan Utara hanyalah merupakan strategi
pemerintah jajahan Belanda untuk mempermudah system pengontrolan terhadap masyarakatnya. Dalam keadaan pemerintahan adat tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja dengan apa yang disebutnya “Zaman Keemasan Kerajaan”. Apa yang kita catat dan dikenal dalam sejarah daerah Belu adalah adanya kerajaan Wewiku-Wehali (pusat kekuasaan seluruh Belu).
Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang berkuasa di daerah Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay sekitar 40.000 jiwa masyarakatnya. Menurut penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk mempermudah pengaturan system pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh wilayah Belu sebagai Loro dan Liurai.
Tercatat nama-nama pemimpin besar yang dikirim dari WewikuWehali seperti Loro Dirma, Loro Lakekun, Biboki Nain, Herneno dan Insana Nain serta Nenometan Anas dan Fialaran. Ada juga kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya seperti Loro Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak.
Selain itu ada juga nama seperti Dafala, Manleten, Umaklaran Sorbau. Dalam perkembangan pemerintahannya muncul lagi tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon.
Sesuai pemikiran sejarawan Belu, perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As Tanara membawahi dasi sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat, Asumanu, Lasaka, Dafala, Manukleten, Sorbau, Lidak, Tohe Maumutin dan Aitoon. Dalam berbagai penuturan di Utara maupun di Selatan terkenal dengan nama empat jalinan terkait.
Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rinbesi hat yaitu Dafala, Manuleten, Umaklaran Sorbauan dibagian Timur ada Asumanu Tohe, Besikama-Lasaen, Umalor-Lawain. Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang satunya menjelma sebagai tak kelihatan itu yang menandai asal-usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah.
PEMBENTUKAN KABUPATEN BELU
Kabupaten Belu berdiri pada tanggal 20 Desember 1958 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1958 dengan Kota Atambua sebagai ibu kota kabupaten dan terdiri dari 6 kecamatan. Pada awal pembentukannya, Kabupaten Belu terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, dan Kecamatan Malaka Barat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1992 maka pada tahun 1992 terjadi pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kota Atambua.
Pada tahun 2001 terjadi pemekaran kecamatan lagi menjadi 12 kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 12 Tahun 2001. 12 kecamatan tersebut adalah Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan Raihat, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Rinhat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 10 Tahun 2004 terjadi pemekaran kecamatan di Kabupaten Belu menjadi 16 kecamatan yaitu Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan Raihat, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Sasitamean, Kecamatan Rinhat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Wewiku, Kecamatan Raimanuk dan Kecamatan Laenmanen.
Pada Tahun 2006 Kecamatan di Kabupaten Belu mengalami pemekaran sebanyak tiga kali sehingga pada akhir 2006 Kabupaten Belu terdiri dari 21 kecamatan. Pemekaran ini terjadi didasarkan atas Peraturan Daerah Kabupaten Belu berikut : No. 4 Tahun 2006 tentang pembentukan Kecamatan Lamaknen Selatan. No. 5 tahun 2006 tentang pembentukan Kecamatan Io Kufeu dan Botin Leo Bele. No. 18 Tahun 2006 tentang pembentukan Kecamatan Atambua Barat dan Atambua Selatan.
Kabupaten Belu pada saat ini terdiri dari 24 kecamatan yang merupakan hasil dari dua kali pemekaran yang terjadi pada tahun 2007 berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah Kabuapaten Belu yaitu : No. 2 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur. No. 3 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Lasiolat.
0 Response to "Asal Usul Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur"
Post a Comment