Asal Usul Dapunta Hyang Sri Jayanasa Raja Pertama Sriwijaya
Wednesday, July 17, 2019
Add Comment
Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah maharaja Sriwijaya pertama yang dianggap sebagai pendiri Kadatuan Sriwijaya. Namanya disebut dalam beberapa prasasti awal Sriwijaya dari akhir abad VII yang disebut sebagai "prasasti-prasasti Siddhayatra", karena menceritakan perjalanan sucinya mengalap berkah dan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitarnya. Ia berkuasa sekitar perempat terakhir abad VII hingga awal abad VIII, tepatnya antara kurun 671 masehi hingga 702 masehi.
ASAL USUL DAN SILSILAH
Dapunta Hyang dipercayai sebagai suatu gelar penguasa yang dipakai maharaja Sriwijaya periode awal. Gelar Dapunta juga ditemukan dalam Prasasti Sojomerto (akhir abad ke-7) yang ditemukan di daerah Batang, pesisir utara Jawa Tengah, yaitu Dapunta Selendra yang dipercaya sebagai nama leluhur wangsa Sailendra.
Istilah hyang sendiri dalam kebudayaan asli Nusantara merujuk kepada keberadaan spiritual supernatural tak kasat mata yang dikaitkan dengan roh leluhur atau dewata, sehingga diduga Dapunta Hyang melakukan perjalanan "mengalap berkah" untuk memperoleh kekuatan spiritual atau kesaktian. Kesaktian ini ditambah dengan kekuatan bala tentaranya, dijadikan sebagai legitimasi untuk menaklukkan daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Kekuatan spiritual ini pula yang menjadikan persumpahan Dapunta Hyang dianggap bertuah dan ditakuti para datu (penguasa daerah) bawahannya, yang kebanyakan diikat kesetiaannya kepada Sriwijaya dalam suatu prasasti dan upacara persumpahan disertai kutukan bagi siapa saja yang mengkhianati Sriwijaya.
Kang Slamet Muljana mengaitkan Dapunta Hyang di dalam Prasasti Kedukan Bukit sebagai "Sri Jayanasa", karena menurut Prasasti Talang Tuwo yang berangka tahun 684 masehi, Maharaja Sriwijaya ketika itu adalah Sri Jayanasa. Karena jarak tahun antara kedua prasati ini hanya setahun, maka kemungkinan besar "Dapunta Hyang" di dalam Prasasti Kedukan Bukit dan "Sri Jayanasa" dalam Prasasti Talang Tuwo adalah orang yang sama.
Asal usul Raja Jayanasa dan letak sebenarnya dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan ahli sejarah. Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari.
Sementara Soekmono berpendapat Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti temuan), yakni sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus. Pendapat lain menduga armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar Sumatra, yakni dari Semenanjung Malaya.
Menurut I Tsing, seorang pendeta Buddha yang pernah mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan, terkesan akan kebaikan raja Sriwijaya waktu itu, dan raja tersebut kemudian dihubungkan dengan prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya yang juga berada pada abad ke-7, bertarikh 682 yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, merujuk kepada orang yang sama.
Walaupun kemudian beberapa sejarawan berbeda pendapat tentang penafsiran dari beberapa kata yang terdapat pada prasasti tersebut.
Menurut Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 saka (683 masehi), menceritakan seorang Raja bergelar Dapunta Hyangmelakukan Siddhayatra (perjalanan suci) dengan naik perahu. Ia berangkat dari Minanga Tamwan dengan membawa satu armada dengan kekuatan 20.000 bala tentara menuju ke Matajap dan menaklukan beberapa daerah. Beberapa prasasti lain yang ditemui juga menceritakan Siddhayatra dan penaklukkan wilayah sekitar oleh Sriwijaya, yaitu prasasti yang ditemukan di Kota Kapurdi Pulau Bangka (686 masehi), Karang Brahi di Jambi Hulu (686 masehi) dan Palas Pasemahdi selatan Lampung, semua menceritakan peristiwa yang sama.
Dari keterangan prasasti-prasasti ini, dapat disimpulkan bahwa Dapunta Hyang mendirikan Kerajaan Sriwijaya setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang, Selatan Lampung dan Pulau Bangka, dan bahkan melancarkan serangan ke Bhumi Jawa yang mungkin menyebabkan keruntuhan kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.
ASAL USUL DAN SILSILAH
Dapunta Hyang dipercayai sebagai suatu gelar penguasa yang dipakai maharaja Sriwijaya periode awal. Gelar Dapunta juga ditemukan dalam Prasasti Sojomerto (akhir abad ke-7) yang ditemukan di daerah Batang, pesisir utara Jawa Tengah, yaitu Dapunta Selendra yang dipercaya sebagai nama leluhur wangsa Sailendra.
Istilah hyang sendiri dalam kebudayaan asli Nusantara merujuk kepada keberadaan spiritual supernatural tak kasat mata yang dikaitkan dengan roh leluhur atau dewata, sehingga diduga Dapunta Hyang melakukan perjalanan "mengalap berkah" untuk memperoleh kekuatan spiritual atau kesaktian. Kesaktian ini ditambah dengan kekuatan bala tentaranya, dijadikan sebagai legitimasi untuk menaklukkan daerah-daerah atau kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Kekuatan spiritual ini pula yang menjadikan persumpahan Dapunta Hyang dianggap bertuah dan ditakuti para datu (penguasa daerah) bawahannya, yang kebanyakan diikat kesetiaannya kepada Sriwijaya dalam suatu prasasti dan upacara persumpahan disertai kutukan bagi siapa saja yang mengkhianati Sriwijaya.
Kang Slamet Muljana mengaitkan Dapunta Hyang di dalam Prasasti Kedukan Bukit sebagai "Sri Jayanasa", karena menurut Prasasti Talang Tuwo yang berangka tahun 684 masehi, Maharaja Sriwijaya ketika itu adalah Sri Jayanasa. Karena jarak tahun antara kedua prasati ini hanya setahun, maka kemungkinan besar "Dapunta Hyang" di dalam Prasasti Kedukan Bukit dan "Sri Jayanasa" dalam Prasasti Talang Tuwo adalah orang yang sama.
Asal usul Raja Jayanasa dan letak sebenarnya dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan ahli sejarah. Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari.
Sementara Soekmono berpendapat Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti temuan), yakni sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus. Pendapat lain menduga armada yang dipimpin Jayanasa ini berasal dari luar Sumatra, yakni dari Semenanjung Malaya.
Menurut I Tsing, seorang pendeta Buddha yang pernah mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan, terkesan akan kebaikan raja Sriwijaya waktu itu, dan raja tersebut kemudian dihubungkan dengan prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya yang juga berada pada abad ke-7, bertarikh 682 yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, merujuk kepada orang yang sama.
Walaupun kemudian beberapa sejarawan berbeda pendapat tentang penafsiran dari beberapa kata yang terdapat pada prasasti tersebut.
Menurut Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 saka (683 masehi), menceritakan seorang Raja bergelar Dapunta Hyangmelakukan Siddhayatra (perjalanan suci) dengan naik perahu. Ia berangkat dari Minanga Tamwan dengan membawa satu armada dengan kekuatan 20.000 bala tentara menuju ke Matajap dan menaklukan beberapa daerah. Beberapa prasasti lain yang ditemui juga menceritakan Siddhayatra dan penaklukkan wilayah sekitar oleh Sriwijaya, yaitu prasasti yang ditemukan di Kota Kapurdi Pulau Bangka (686 masehi), Karang Brahi di Jambi Hulu (686 masehi) dan Palas Pasemahdi selatan Lampung, semua menceritakan peristiwa yang sama.
Dari keterangan prasasti-prasasti ini, dapat disimpulkan bahwa Dapunta Hyang mendirikan Kerajaan Sriwijaya setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang, Selatan Lampung dan Pulau Bangka, dan bahkan melancarkan serangan ke Bhumi Jawa yang mungkin menyebabkan keruntuhan kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.
0 Response to "Asal Usul Dapunta Hyang Sri Jayanasa Raja Pertama Sriwijaya"
Post a Comment